indonesiafashion.com – Deden Siswanto bersama MYMD meluncurkan koleksi bertema Blue Collar Blues, yang mengangkat kisah pekerja urban dalam rutinitas kota. Koleksi ini menggunakan dominasi warna hitam, abu-abu, biru gelap, dan baby blue yang merefleksikan nuansa malam, kelelahan, dan harapan. Koleksi tersebut bukan sekadar estetika gelap, melainkan simbol dari kehidupan urban yang melelahkan dan berisi. Setiap pilihan warna berperan sebagai narasi visual yang menyampaikan dualitas antara kelelahan dan kekuatan jiwa.
Desain, Siluet, dan Detail Kreatif
Dalam koleksi Blue Collar Blues, terdapat 15 tampilan busana siap pakai (ready-to-wear). Desainer memadukan potongan oversized, siluet I-line dan O-line dengan gaya longgar dan berlayer. Beberapa potongan outer asimetris menyertakan bros bunga besar di dada kiri, digabungkan dengan rok midi bergaris vertikal yang memiliki belahan samping. Inner berwarna kontras muncul sebagai aksen tersembunyi tetapi signifikan. Material campuran seperti katun, linen, renda, dan kain parasut dipilih agar aspek fungsional dan estetika seimbang. Scarf baby blue yang dipakai di leher menjadi aksen lembut di tengah palet gelap.
Setiap jahitan dan detail berpola menonjolkan narasi: jahitan terbuka, lining kontras, dan layer tersembunyi memberi ruang visual dan metafora bahwa di balik kesederhanaan gaya ada cerita kompleks di baliknya.
Narasi Sosial dalam Setiap Busana
Blue Collar Blues lebih dari mode — ia sebuah kritik dan refleksi atas kehidupan pekerja. Tema ini merefleksikan rutinitas yang berulang, mulai dari pagi yang terlalu awal, pulang larut malam, tekanan produksi, hingga identitas yang tergerus sistem. Meski nuansanya melankolis, koleksi ini tetap menyisipkan pesan harapan: bahwa pakaian bukan sekadar seragam tanpa jiwa, melainkan medium ekspresi diri.
Pakaian dalam koleksi ini berfungsi sebagai cermin sosial yang mengajak penikmat mode melihat realitas pekerja urban. Deden Siswanto dan MYMD ingin agar konsumen merasakan bahwa setiap potongan memiliki makna — cerita kelelahan urban tetapi tetap memegang kekuatan pribadi. Koleksi ini juga memperkuat identitas lokal dalam estetika urban dengan interpretasi yang relevan bagi masyarakat Indonesia kota besar.
Reaksi Pasar dan Tantangan Ke Depan
Respons awal publik terhadap Blue Collar Blues cukup positif, khususnya dari kalangan pecinta fashion urban yang mencari pakaian dengan nilai dan pesan. Koleksi ini menjangkau segmen yang menghargai estetika dan cerita dalam busana, bukan sekadar logo atau tren.
Namun, tantangan tetap ada. Koleksi dengan nilai naratif seringkali menghadapi hambatan harga. Material berkualitas, detail rumit, dan produksi terbatas bisa membuat harga final melambung tinggi. Untuk menjangkau pasar yang lebih luas, diperlukan strategi komunikasi yang menekankan nilai cerita dan kualitas agar pembeli melihat investasi ketimbang pembelian impulsif.
Kedepannya, Deden dan MYMD mungkin akan memperluas koleksi ini ke aksesori, kolaborasi lokal, atau versi dengan harga lebih terjangkau. Hal ini dapat memperkuat kesinambungan proyek dan menjembatani antara mode eksklusif dan akses yang lebih inklusif.