Modest Fashion dalam Islam: Pandangan Al-Qur’an dan Tafsir Modern

Modest Fashion Menegaskan Nilai Islam melalui Tafsir Al-Qur’an dan Perspektif Ulama Modern

Foto: Pixabay

Perkembangan modest fashion terus menunjukkan tren positif di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Gaya berpakaian ini tidak hanya hadir sebagai arus mode global, tetapi juga menguat sebagai representasi nilai Islam dalam kehidupan modern. Seiring meningkatnya popularitasnya, diskursus mengenai modest fashion kembali mengacu pada Al-Qur’an serta tafsir para ulama yang menempatkan busana sebagai bagian dari etika dan akhlak seorang muslim.

Modest fashion berkembang sejalan dengan kebutuhan umat Islam untuk tampil rapi dan estetis tanpa meninggalkan prinsip syariat. Oleh karena itu, konsep ini kerap dipahami sebagai bentuk keseimbangan antara ekspresi diri dan ketaatan terhadap ajaran agama.

Al-Qur’an Menjadi Landasan Utama Konsep Modest Fashion

Ajaran Islam menempatkan pakaian bukan sekadar pelindung tubuh, melainkan juga simbol kehormatan dan kepribadian. Al-Qur’an menegaskan pentingnya menutup aurat dan menjaga adab dalam berpenampilan sebagai bagian dari menjaga martabat manusia. Ayat-ayat mengenai busana menekankan sikap sederhana, tidak berlebihan, serta menjauhkan diri dari perilaku yang dapat menimbulkan fitnah.

Sejalan dengan itu, Farah Nurfadhilah dalam jurnal Modest Fashion dalam Perspektif Al-Qur’an menjelaskan bahwa modest fashion merujuk pada gaya berpakaian yang mematuhi norma syariat tanpa menafikan unsur keindahan. Pandangan ini memperkuat posisi modest fashion sebagai praktik berbusana yang memiliki dasar teologis sekaligus relevansi sosial.

Syariat Islam Mengatur Batasan Berpakaian bagi Muslim dan Muslimah

Syariat Islam mengatur batas aurat secara jelas bagi laki-laki dan perempuan. Busana yang dikenakan dianjurkan tidak transparan, tidak ketat, serta tidak menarik perhatian secara berlebihan. Prinsip tersebut bertujuan menjaga kesopanan sekaligus menciptakan ruang aman dalam interaksi sosial.

Dalam praktiknya, pakaian syar’i bagi perempuan umumnya berupa busana longgar yang menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Sementara itu, laki-laki diwajibkan menutup aurat antara pusar hingga lutut. Ketentuan ini menunjukkan bahwa Islam memberikan pedoman universal yang tetap fleksibel untuk diterapkan dalam berbagai konteks budaya.

Tafsir Ulama Modern Menyesuaikan Busana dengan Perkembangan Zaman

Perbedaan penafsiran muncul dalam menjelaskan detail penerapan busana syar’i. Wahbah al-Zuhaili menekankan pakaian yang menutup aurat secara sempurna, bersifat sederhana, dan tidak menyerupai lawan jenis. Di sisi lain, M. Quraish Shihab menegaskan bahwa pakaian juga dapat menyesuaikan norma sosial dan budaya selama tidak melanggar prinsip dasar syariat.

Pendekatan ini membuka ruang bagi umat Islam untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan nilai agama. Dengan demikian, modest fashion dapat hadir sebagai identitas religius yang dinamis.

Islam Mengatur Etika Fashion Show dalam Koridor Syariat

Fenomena fashion show modest fashion juga mendapat perhatian dalam kajian Islam. Al-Qur’an tidak secara eksplisit membahas pertunjukan busana, namun prinsip menjaga aurat, adab, dan menghindari fitnah tetap menjadi rujukan utama. Penelitian Farah Nurfadhilah menyebutkan bahwa fashion show diperbolehkan selama memenuhi syarat syariat, termasuk menjaga aurat, tidak memicu syahwat, dan berlangsung dalam suasana yang kondusif.

Modest fashion kini semakin relevan di tengah perubahan sosial. Gaya berpakaian ini membuktikan bahwa nilai Islam dapat berjalan seiring dengan modernitas, sekaligus menjadi sarana ekspresi diri yang bermakna.

uniqueprivacy.org