indonesiafashion.com – Standar kecantikan bahwa tubuh perempuan harus bebas rambut berasal dari kombinasi budaya, media, dan industri kecantikan. Norma ini tidak muncul tiba-tiba, melainkan berkembang seiring waktu dan dipengaruhi oleh mode serta strategi pemasaran. Berikut sejarah panjang dan transformasi norma tersebut.
Asal Usul: Kebiasaan Purba dan Nilai Sosial
Ribuan tahun lalu, orang di Mesir Kuno sudah mencukur rambut tubuh karena menganggap kulit mulus sebagai simbol kebersihan dan kelas sosial. Bukti arkeolog menyebut praktik ini berlangsung sekitar 30.000 sampai 10.000 tahun Sebelum Masehi. Tradisi serupa muncul di Yunani dan Romawi, yang menggambarkan perempuan tanpa rambut tubuh di patung dan lukisan. Di Timur Tengah dan beberapa suku di Afrika, calon pengantin diwajibkan menghilangkan rambut sebelum upacara pernikahan. Tradisi tersebut membawa arti simbolis seperti kemurnian, status, dan keindahan.
Industri Kecantikan dan Media Membentuk Standar Baru
Pada tahun 1915, Gillette memperkenalkan produk pencukur khusus perempuan bernama Milady Décolleté. Iklan pertama muncul di majalah Harper’s Bazaar Amerika, memperkenalkan konsep mencukur ketiak dengan istilah “smoothing” agar terdengar lebih lembut. Industri fashion turut berperan dengan tren pakaian tanpa lengan dan rok pendek pada dekade 1910-1920. Hal itu menciptakan tekanan agar kulit tubuh perempuan tampak mulus, tanpa rambut. Media memperkuat norma itu dengan iklan dan majalah fashion yang menampilkan tubuh bebas rambut sebagai representasi ideal kecantikan.
Kontroversi dan Gerakan Penolakan
Meski standar bebas rambut menjadi dominan, banyak reaksi kritis muncul. Tahun 1999, Julia Roberts mendapat sorotan publik karena tampil dengan rambut ketiak yang terlihat di karpet merah. Baru-baru ini, Rachel Zegler juga menerima komentar beragam ketika tampil memakai backless dress dan rambut punggungnya terlihat. Reaksi publik tersebut menunjukkan bahwa norma bebas rambut masih dianggap wajib oleh sebagian orang yang memegang standar kecantikan lama. Sebaliknya, gerakan body hair positivity muncul sebagai penolakan terhadap norma yang dianggap mengekang. Perempuan secara terbuka memilih membiarkan rambut tubuh tumbuh sebagai tanda kebebasan dan penerimaan tubuh mereka sendiri.
Refleksi Sosial dan Pilihan Pribadi
Pengaruh kapitalisme dan industri kecantikan mengubah fenomena estetika menjadi bisnis yang menguntungkan. Banyak produk hair removal bermunculan, seperti shave tools, krim pencukur, lotion wax, dan metode inovatif lainnya. Meski demikian, standar ini tidak berlaku secara merata di semua budaya dan kelas sosial. Sekarang, pilihan mencukur atau tidak dianggap sebagai keputusan pribadi. Bagi sebagian orang, rambut tubuh menjadi bagian dari identitas dan ekspresi diri. Norma kecantikan yang dulu tampak tunggal kini perlahan mengakomodasi keragaman, menghargai estetika alami serta keberagaman tubuh.
Bagi siapa pun, penting memahami bahwa standar kecantikan berubah seiring sejarah, budaya, industri, dan media. Tubuh bebas rambut bukan keharusan mutlak, melainkan satu dari banyak cara seseorang menampilkan dirinya. Keputusan untuk mencukur atau membiarkan rambut tubuh menjadi ekspresi pribadi, bukan kewajiban sosial.