indonesiafashion.com – Madeleine Scherzer menghabiskan musim panas sebagai pemandu pantai untuk membeli pakaian sempurna menjelang tahun terakhirnya di sekolah menengah. Dia memilih set kaos olahraga dari Free People seharga $148 dan kaus lengan pendek Lululemon seharga $68. Selain itu, ia membeli barang-barang dari Altar’d State, Adidas, Pacsun, dan LoveShackFancy, sehingga hasil tangkapannya siap menonjol di TikTok. Secara keseluruhan, Scherzer menghabiskan sekitar $700 untuk memastikan tampilan kembali ke sekolahnya sesuai tren.
“Saya benar-benar fokus pada barang bermerek,” kata Scherzer, 17 tahun. “Saya tahu apa yang sedang dikenakan gadis-gadis seusia saya.”
Belanja perlengkapan sekolah kini telah mengalami transformasi signifikan. Dulu, keluarga hanya pergi ke mal untuk membeli pakaian dasar dan ke Staples untuk buku dan pensil. Kini, remaja membeli berbagai pakaian bermerek, produk kecantikan mahal, dan tas ransel tren tinggi, sering kali melalui pesanan online. Video “haul” di TikTok menampilkan pembelian ini sebagai upacara peralihan yang melampaui sekadar gaya. Remaja menonton dan membuat konten ini untuk memahami interaksi sosial dan mengembangkan gaya pribadi. Smartphone menghadirkan medium baru bagi tradisi lama ini.
Strategi Remaja dalam Mengikuti Tren Fashion
Mia Battifarano, remaja berusia 17 tahun dari Warwick, N.Y., menjelaskan proses inspirasinya: “Biasanya saya menonton video dan jika saya menyukai sesuatu yang dipakai influencer, saya membayangkannya dengan pakaian tersebut dan mencoba mengadaptasinya agar lebih sesuai dengan diri saya.”
Tahun ini, Battifarano menghabiskan sekitar $300 di SoHo, New York, membeli pakaian dari Brandy Melville, Aerie, dan Edikted. Ia kemudian melakukan dua perjalanan ke mal lokal dan menghabiskan sekitar $400 untuk pakaian dari Garage, Pacsun, serta sepatu baru dari Adidas. “Anak-anak ini tidak lagi berbelanja di Gap,” jelas ibunya, Deborah Buonsignore. “Semua barang mulai dari $50 ke atas—uang hanya cukup sampai di sana.”
Anggaran belanja perlengkapan sekolah meningkat seiring kenaikan harga barang. Pengeluaran total diperkirakan mencapai $39,4 miliar tahun ini, naik dari $38,8 miliar tahun lalu menurut Federasi Perdagangan Nasional. Selain itu, lebih banyak remaja membagikan video pembelian mereka. Di TikTok, hashtag #backtoschool dua kali lipat populer antara 25 Juni hingga 25 Agustus dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Influencer dan Dampaknya terhadap Pilihan Remaja
Scherzer kini memasuki tahun kedua membuat video haul kembali ke sekolah. Video pertamanya mencapai lebih dari 1,2 juta tayangan dan membuka kerja sama dengan merek remaja populer seperti Windsor. Perusahaan mengirimkan 14 gaun untuk prom tahun lalu serta tiga gaun untuk homecoming. “Perjanjian merek ini membuka pintu bagi saya,” katanya.
Suri Zhu, siswa kelas dua SMA berusia 15 tahun dari Columbus, Ohio, menonton video haul sebelum berbelanja di mal bersama teman-temannya. Videonya yang menampilkan atasan tank top dan celana pendek dari Garage, celana Pacsun, dan gelang Kendra Scott mendapatkan lebih dari 27.000 tayangan. Zhu menghabiskan sekitar $500 untuk pakaian dari Hollister, Brandy Melville, Garage, dan Urban Outfitters, terinspirasi oleh influencer favoritnya, termasuk Demetra Dias dan Katie Fang.
Remaja tidak hanya meniru gaya, tetapi juga mengembangkan preferensi pribadi. Jacob Niles, siswa kelas dua berusia 15 tahun di Brooklyn, membeli celana jeans Bareline berwarna denim biru muda setelah melihat banyak unggahan influencer. Ia memilih tampilan berbeda untuk hari pertama sekolah agar tetap mengekspresikan gaya individual.
Oliver Hughes, 12 tahun dari San Rafael, California, menggunakan video unboxing untuk terinspirasi. Meskipun sekolahnya menerapkan seragam, ia mengekspresikan gayanya melalui aksesori, termasuk tas ransel Sprayground kotak-kotak berwarna coklat dan hitam dengan motif mulut hiu. Awalnya dijual seharga $80, tas tersebut kini laku di situs penjualan kembali lebih dari $200. Hughes berkata, “Saya lebih suka beberapa barang berkualitas tinggi daripada banyak barang berkualitas menengah.”
Konsumerisme dan Pendidikan Mode Remaja
Ibu Hughes, Amanda Taggart, menekankan pentingnya mendidik anak tentang konsumerisme: “Dalam era konsumerisme tinggi, saya berusaha memastikan dia menjadi lebih selektif dan hanya membeli barang yang benar-benar ia sukai, bukan hanya karena melihatnya populer di media sosial.”
Fenomena ini menyoroti bagaimana media sosial membentuk perilaku belanja remaja. Video haul dan konten unboxing memungkinkan mereka belajar gaya, mengembangkan identitas visual, dan mengekspresikan diri secara kreatif. Selain itu, tren ini juga mendorong industri fashion untuk merespons preferensi konsumen muda, memengaruhi produksi dan pemasaran barang bermerek.
Belanja kembali ke sekolah kini lebih dari sekadar membeli pakaian atau alat tulis. Ini menjadi ritual sosial yang memadukan aspirasi, estetika, dan pengembangan identitas diri. Remaja menggunakan media digital sebagai alat ekspresi, pembelajaran, dan koneksi dengan komunitas global. Fenomena ini menunjukkan bagaimana interaksi sosial dan gaya pribadi dapat berkembang seiring perubahan teknologi dan tren mode.