Pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia di Istana Merdeka, Gustika Jusuf, cucu Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta, menarik perhatian publik dengan penampilannya yang sarat makna. Selain itu, ia mengenakan kebaya hitam model kutubaru yang dipadukan dengan kain batik motif slobog. Motif slobog, yang berasal dari Solo, biasanya digunakan dalam prosesi pemakaman sebagai simbol berkabung dan doa bagi almarhum. Dalam budaya Jawa, kain bukan sekadar busana, melainkan simbol yang menyampaikan pesan tertentu, sehingga penampilan Gustika menjadi sorotan media dan masyarakat.
Makna di Balik Motif Slobog
Gustika menjelaskan bahwa pemilihan batik slobog bukan tanpa alasan. Ia menyatakan bahwa motif tersebut biasa dipakai keluarga dalam prosesi pemakaman sebagai simbol merelakan sekaligus mendoakan jalan yang lapang. Dengan demikian, pemakaian motif ini oleh Gustika bertujuan menyampaikan kritik terhadap kondisi bangsa saat ini. Selain itu, ia menyoroti pelanggaran hak asasi manusia dan situasi politik yang dinilainya tidak sesuai dengan nilai-nilai konstitusi, sehingga busana menjadi medium protes yang efektif.
Kritik terhadap Pemerintah
Selain mengekspresikan melalui busana, Gustika juga mengunggah pesan di Instagramnya. Ia menulis bahwa rasa syukur atas kemerdekaan bercampur dengan keprihatinan atas luka hak asasi manusia yang belum tertutup. Ia bahkan menyindir kepemimpinan saat ini dengan menyebut Presiden sebagai “penculik dan penjahat HAM” serta Wakil Presiden sebagai “anak haram konstitusi”. Selain itu, ia menyoroti maraknya militerisasi yang merasuk ke ruang sipil dan pelucutan hak-hak rakyat oleh penguasa yang dianggap tidak memiliki empati. Dengan kata lain, kritiknya tidak hanya simbolik, tetapi juga tegas dan jelas dalam menyampaikan pesan kepada publik.
Pesan Melalui Busana
Gustika menegaskan bahwa berkabung bukan berarti putus asa, sedangkan merayakan kemerdekaan bukan berarti menutup mata. Menurutnya, berkabung adalah jeda untuk menatap sejarah dengan jujur, memelihara ingatan, dan menagih hak rakyat serta janji-janji konstitusi. Oleh karena itu, busana yang dikenakannya bukan sekadar pakaian, melainkan bentuk protes hening yang menyampaikan pesan mendalam tentang kondisi sosial dan politik negara. Dengan demikian, Gustika berhasil memadukan budaya, simbol, dan kritik sosial dalam satu penampilan yang kuat.
Melalui pilihan busana yang penuh makna, Gustika Jusuf menyampaikan kritik sosial dan politik tanpa harus berbicara secara langsung. Selain itu, ia membuktikan bahwa busana dapat menjadi medium efektif untuk menyuarakan pendapat. Dengan demikian, batik slobog bukan hanya simbol budaya. Tetapi juga alat untuk menegaskan komitmen terhadap nilai-nilai konstitusi dan hak asasi manusia di Indonesia.